Manusia cara belajar.y sangat simple yaitu dgn cara meniru, Percaya nga percaya,, percaya moko bede !! Seorang anak akan meniru mace, dan pacenya dalam berbagai hal. Itulah mengapa akan mudah ditemui kemiripan antara seorang anak dengan ayah atau ibunya.Tapi kLo nga ada kemiripan nga jeles tuhh anak sapa ???.
Tidak hanya meniru mereka, seorang anak juga meniru semua orang yang ada di sekitar mereka. Mereka meniru saudara-saudara mereka, orang-orang yang mereka temui, film yang mereka tonton, dan kisah yang diceritakan pada mereka. Boleh di bilang mereka akan meniru apa saja. Semua hal yang ada dan ditangkap oleh panca indera bisa mereka tiru habis-habisan. Itulah yang telah terjadi pada kita. Kita adalah manusia peniru.(tapi kLo saya nda mau ja', copas mo saja)
(anu ku ambil di google) Pernah dengar cerita Mowgli si anak serigala? Mowgli adalah anak manusia yang sejak bayi dipelihara oleh serigala di dalam hutan. Setelah besar, dia tertangkap oleh penduduk desa. Meskipun manusia, perilakunya benar-benar mirip serigala. Alih-alih berjalan dengan kedua kakinya, Mowgli berlari dan berjalan dengan kaki dan tangannya meniru para serigala. Dia juga sama sekali tidak bisa berbicara. Yang mampu dilakukannya adalah menggeram dan melolong seperti serigala meskipun parau. Ketika melawan, dia tidak memukul tapi mencakar. Pendek kata, perilakunya benar-benar mirip serigala para pengasuhnya. Pada akhirnya Mowgli berusaha diajari seperti manusia lainnya oleh orang-orang desa. Akan tetapi naas, mungkin karena syok dan karena perilaku serigala-nya telah sedemikian mendarah daging, pengubahan perilaku itu berakibat fatal. Mowgli meninggal.
Kisah Mowgli adalah kisah nyata yang menyentak dunia. Serangkaian film, baik film biasa maupun animasi, pernah dibuat dan didedikasikan untuk mengenangnya. Dan ternyata kisah Mowgli bukanlah kisah satu-satunya. Banyak kisah lain yang serupa. Pada umumnya mereka dipelihara oleh serigala.
Apa yang dipelajari dari kisah Mowgli dan kisah-kisah lain yang serupa adalah bahwa manusia tumbuh dan berkembang melalui peniruan. Jika lingkungannya manusia, maka seorang bayi akan tumbuh dengan meniru apa yang ada di lingkungan manusia tersebut. Dia akan berperilaku seperti manusia lainnya di lingkungannya. Jika lingkungannya serigala, seperti yang dialami Mowgli, seorang bayi pun akan tumbuh berkembang seperti serigala. Dia akan berperilaku seperti laiknya serigala, meski dengan keterbatasan tertentu karena secara fisik tetap seorang anak manusia yang jauh berbeda dengan serigala.
Lebih penting dari semuanya, kisah Mowgli menunjukkan fakta bahwa di dalam diri manusia telah ada dorongan alamiah sejak lahir yang membuat manusia menjadi peniru. Dengan kata lain, meniru adalah insting. Konrad Lorentz, seorang peneliti utama di bidang insting, menyebutnya sebagai salah satu insting utama manusia. Tanpa insting itu, manusia tidak akan mampu menjadi seperti manusia lainnya. Kabar baiknya, manusia adalah makhluk peniru yang cerdas. Kita tidak pernah cuma hanya meniru buta, tapi memikirkannya dan mengembangkan apa yang kita tiru dari pendahulu-pendahulu kita. Itu sebabnya umat manusia terus mengembangkan peradaban yang tiada henti-hentinya.
Insting meniru manusia menyebabkannya tertarik dengan segala hal yang relevan dengan dirinya. Kisah-kisah yang mungkin bisa ditiru (dan apa yang tidak bisa) pun menjadi salah satu perhatian utama umat manusia. Tidak mengherankan jika gosip menjadi menu harian semua orang di seluruh dunia. Sebab, dari sebuah gosip kita bisa tahu apa yang bisa ditiru, sebaliknya tahu apa yang harus dihindari. Dengan kata lain, gosip memuaskan insting dasariah kita. Jadi jangan heran jika di seluruh penjuru dunia, sejak dulu kala hingga saat ini, selalu ada para selebritis yang menjadi bahan gosip. Pada masanya selebritis itu adalah penguasa. Lalu kini ditambah dengan para penghibur: artis, aktor, penyanyi, pesulap, dan sebagainya. Ini menjelaskan mengapa acara-acara gosip tidak pernah sepi penonton. Dan setiap acara kumpul-kumpul tidak pernah luput dari bergosip.
Jadi, insting yang telah menyebabkan kita tertarik dengan kisah-kisah. Kita ingin tahu apa yang bisa kita tiru dan apa yang kita harus hindari. Hanya dengan begitu, kita terus mengembangkan kemampuan kita untuk terus bertahan hidup dalam kehidupan ini. Jika kita tidak mampu meniru, maka kita akan terlindas jaman. Kita akan kalah.
Sebuah kisah, entah itu berupa gosip atau bukan, juga menghubungkan kita dengan manusia lainnya. Kita menjadi merasa sebagai satu spesies, merasa sebagai sesama jika kita tahu kisah-kisah yang dialami mereka. Bukankah kita merasa ikut bersedih atas bencana tsunami yang menimpa masyarakat Nias dan Aceh? Kita bisa bersedih karena kita mendapatkan kisah tentang mereka melalui media. Tanpa adanya kisah yang diceritakan, kita tidak akan merasa sedih meskipun penderitaan mereka sangat luar biasa. Sebab kita tidak tahu.
Selain sebagai penghubung, kisah-kisah juga menunjukkan kepada kita di mana posisi kita di antara manusia lainnya. Kita menjadi tahu apa yang telah kita lakukan dan apa yang belum kita lakukan. Sebuah gosip tentang tetangga yang berselingkuh misalnya, membuat kita tahu bahwa hubungan cinta yang kita alami masih lebih baik jika kita memang tidak berselingkuh. Tapi di saat yang sama kita juga tahu bahwa kita bisa mengalami masalah yang sama. Kisah tetangga mengajarkan kita untuk lebih baik dalam menjaga cinta yang kita miliki. Namun bisa juga kita salah jalan, mendengar kisah tetangga yang selingkuh, kita justru semakin ketakutan kehilangan pasangan yang berimbas pada tindakan-tindakan berlebihan untuk mencegah pasangan pergi. Alih-alih menghindari perpisahan, yang terjadi justru yang ditakutkan: pasangan meninggalkan kita karena si dia jengah dengan perilaku kita, marah, dan bosan.
So, sebuah kisah hanyalah sebuah kisah. tau jo ko kah kisah,,
the last,, Bagaimana memaknainya tergantung pada si penglihat kisah itu. OKE !!
wassalam...
Tidak hanya meniru mereka, seorang anak juga meniru semua orang yang ada di sekitar mereka. Mereka meniru saudara-saudara mereka, orang-orang yang mereka temui, film yang mereka tonton, dan kisah yang diceritakan pada mereka. Boleh di bilang mereka akan meniru apa saja. Semua hal yang ada dan ditangkap oleh panca indera bisa mereka tiru habis-habisan. Itulah yang telah terjadi pada kita. Kita adalah manusia peniru.(tapi kLo saya nda mau ja', copas mo saja)

Kisah Mowgli adalah kisah nyata yang menyentak dunia. Serangkaian film, baik film biasa maupun animasi, pernah dibuat dan didedikasikan untuk mengenangnya. Dan ternyata kisah Mowgli bukanlah kisah satu-satunya. Banyak kisah lain yang serupa. Pada umumnya mereka dipelihara oleh serigala.
Apa yang dipelajari dari kisah Mowgli dan kisah-kisah lain yang serupa adalah bahwa manusia tumbuh dan berkembang melalui peniruan. Jika lingkungannya manusia, maka seorang bayi akan tumbuh dengan meniru apa yang ada di lingkungan manusia tersebut. Dia akan berperilaku seperti manusia lainnya di lingkungannya. Jika lingkungannya serigala, seperti yang dialami Mowgli, seorang bayi pun akan tumbuh berkembang seperti serigala. Dia akan berperilaku seperti laiknya serigala, meski dengan keterbatasan tertentu karena secara fisik tetap seorang anak manusia yang jauh berbeda dengan serigala.
Lebih penting dari semuanya, kisah Mowgli menunjukkan fakta bahwa di dalam diri manusia telah ada dorongan alamiah sejak lahir yang membuat manusia menjadi peniru. Dengan kata lain, meniru adalah insting. Konrad Lorentz, seorang peneliti utama di bidang insting, menyebutnya sebagai salah satu insting utama manusia. Tanpa insting itu, manusia tidak akan mampu menjadi seperti manusia lainnya. Kabar baiknya, manusia adalah makhluk peniru yang cerdas. Kita tidak pernah cuma hanya meniru buta, tapi memikirkannya dan mengembangkan apa yang kita tiru dari pendahulu-pendahulu kita. Itu sebabnya umat manusia terus mengembangkan peradaban yang tiada henti-hentinya.
Insting meniru manusia menyebabkannya tertarik dengan segala hal yang relevan dengan dirinya. Kisah-kisah yang mungkin bisa ditiru (dan apa yang tidak bisa) pun menjadi salah satu perhatian utama umat manusia. Tidak mengherankan jika gosip menjadi menu harian semua orang di seluruh dunia. Sebab, dari sebuah gosip kita bisa tahu apa yang bisa ditiru, sebaliknya tahu apa yang harus dihindari. Dengan kata lain, gosip memuaskan insting dasariah kita. Jadi jangan heran jika di seluruh penjuru dunia, sejak dulu kala hingga saat ini, selalu ada para selebritis yang menjadi bahan gosip. Pada masanya selebritis itu adalah penguasa. Lalu kini ditambah dengan para penghibur: artis, aktor, penyanyi, pesulap, dan sebagainya. Ini menjelaskan mengapa acara-acara gosip tidak pernah sepi penonton. Dan setiap acara kumpul-kumpul tidak pernah luput dari bergosip.
Jadi, insting yang telah menyebabkan kita tertarik dengan kisah-kisah. Kita ingin tahu apa yang bisa kita tiru dan apa yang kita harus hindari. Hanya dengan begitu, kita terus mengembangkan kemampuan kita untuk terus bertahan hidup dalam kehidupan ini. Jika kita tidak mampu meniru, maka kita akan terlindas jaman. Kita akan kalah.
Sebuah kisah, entah itu berupa gosip atau bukan, juga menghubungkan kita dengan manusia lainnya. Kita menjadi merasa sebagai satu spesies, merasa sebagai sesama jika kita tahu kisah-kisah yang dialami mereka. Bukankah kita merasa ikut bersedih atas bencana tsunami yang menimpa masyarakat Nias dan Aceh? Kita bisa bersedih karena kita mendapatkan kisah tentang mereka melalui media. Tanpa adanya kisah yang diceritakan, kita tidak akan merasa sedih meskipun penderitaan mereka sangat luar biasa. Sebab kita tidak tahu.
Selain sebagai penghubung, kisah-kisah juga menunjukkan kepada kita di mana posisi kita di antara manusia lainnya. Kita menjadi tahu apa yang telah kita lakukan dan apa yang belum kita lakukan. Sebuah gosip tentang tetangga yang berselingkuh misalnya, membuat kita tahu bahwa hubungan cinta yang kita alami masih lebih baik jika kita memang tidak berselingkuh. Tapi di saat yang sama kita juga tahu bahwa kita bisa mengalami masalah yang sama. Kisah tetangga mengajarkan kita untuk lebih baik dalam menjaga cinta yang kita miliki. Namun bisa juga kita salah jalan, mendengar kisah tetangga yang selingkuh, kita justru semakin ketakutan kehilangan pasangan yang berimbas pada tindakan-tindakan berlebihan untuk mencegah pasangan pergi. Alih-alih menghindari perpisahan, yang terjadi justru yang ditakutkan: pasangan meninggalkan kita karena si dia jengah dengan perilaku kita, marah, dan bosan.
So, sebuah kisah hanyalah sebuah kisah. tau jo ko kah kisah,,
the last,, Bagaimana memaknainya tergantung pada si penglihat kisah itu. OKE !!
wassalam...
0 komentar:
Posting Komentar